Transportasi online Sindonews – Akhir-akhir ini pemberitaan di
media dipenuhi seputar konflik yang semakin meruncing antara pihak-pihak yang
terlibat dalam industri layanan jasa angkutan umum, khususnya di ibukota. Para
pengemudi angkutan umum konvensional, terutama taksi, menyuarakan keinginan
mereka dan menuntut keadilan terkait munculnya pengemudi taksi online.
Mereka menuntut agar layanan
transportasi umum online tersebut segera ditutup. Bahkan, para sopir taksi dan
pengemudi angkutan umum konvensional lainnya sampai menggelar aksi mogok masal,
konvoi, serta berdemo di depan kantor DPR. Dan yang menyeramkan, terjadi pula
beberapa aksi anarkis saling serang antara pengemudi taksi biasa dengan driver ojek online di sejumlah titik.
Menanggapi konflik yang terjadi
antara pengemudi angkutan umum konvensional dengan para pengemudi kendaraan umum
online, komentar pun datang dari Ketua Umum DPP Partai Perindo, Hary
Tanoesoedibjo (HT). HT berpendapat pemerintah seharusnya tegas dalam menghadapi
masalah ini.
Menurut HT, pemerintah seharusnya melarang
taksi online untuk beroperasi di Indonesia. Alasannya, pemilik kendaraan taksi online
merupakan mereka yang berasal dari golongan mapan secara ekonomi. Mobil yang
digunakan untuk melayani penumpang juga merupakan mobil pribadi, tentunya hal
ini berbeda kondisinya dengan para sopir taksi konvensional.
Para sopir taksi konvensional
tersebut menggunakan kendaraan yang telah disediakan oleh perusahaan layanan
jasa transportasi taksi, bukan kendaraan pribadi mereka sendiri. Mayoritas
sopir taksi pun berasal dari kalangan rakyat kecil yang mengandalkan profesi
tersebut sebagai mata pencaharian utama, dengan tingkat perekonomian tak
semapan para pengemudi taksi online.
HT yang ditemui usai acara
pelantikan pengurus DPC Partai Perindo se-Provinsi Sulawesi Tengah pada Selasa
22 Maret 2016, tidaklah adil bila para sopir taksi biasa ini bersaing dengan para
pengemudi taksi transportasi online Sindonews
tersebut. Ini artinya para pengemudi taksi online yang berasal dari tingkat
kemapanan lebih tinggi merebut mata pencaharian para sopir taksi konvensional.
Menurut HT, bukan hal yang baik
bila mereka merebut mata pencaharian yang menjadi sumber penghasilan utama
orang lain, yang juga tergolong rakyat kecil. Karena itu, pemerintah seharusnya
membela rakyat kecil, dengan mengutamakan kepentingan mereka yang menjadikan
profesi sopir taksi ini sebagai mata pencaharian utama.
Tentu saja dengan begitu pemerintah
harus mengeluarkan larangan bagi para penyedia layanan jasa transportasi online
ini untuk beroperasi. Dengan begitu, maka para sopir taksi tersebut bisa
kembali bekerja dengan tenang dan memperoleh penghasilan.